Refleksi Filosofis Atas Krisis Pandemi Covid-19

 



Pandemi Covid-19 merupakan fenomena global yang menimbulkan kepanikan global. Hampir semua orang merasa tak berdaya bahkan untuk manusia yang paling berkuasapun tidak mampu mengelak dari dampak yang ditimbulkannya. Pada titik ini, orang mulai mempertanyakan kembali substansi kehidupan. Situasi kelemahan, penderitaan dan semua dampak yang muncul saat ini menghantar manusia pada ujung refleksi paling radikal tentang siapa sebenarnya manusia itu dan bagaimana ia harus menjalani hidupnya di tengah pendemi Covid-19. Pertanyaan ini secara filosofis mengharuskan kita untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik fenomena pandemi Covid-19.

Sebagai pribadi, manusia adalah makhluk multidimensional (spiritual, material, moral, sosial, individual, intelektual, emosional, naturaltransendental). Ini berarti manusia merupakan kesatuan organis semua dimensi yang saling mempengaruhi, berciri historis-dinamis dalam pengungkapan dan perwujudan diri. Pribadi hidup dan memaknai hidupnya secara kontinyu dalam kebersamaan dengan sesama, alam semesta dan Tuhan. Dalam korelasinya dengan yang lain ini, manusia terus bergerak menuju kepentuhannya dengan mengaktualisasikan seluruh potensialitas diri hit et nunc, sini dan kini. Dari semua fenomena yang terjadi dalam masa pandemi ini terlihat bahwa Covid-19 menimbulkan kepanikan global dan merenggut kebebasan manusia dalam semua sisi aktualisasi kehidupannya. Di sini, kita semua tersentak bahwa ternyata eksistensi manusia sebagai pribadi tidak bisa diaktualisasikan secara penuh. Ini seperti Covid-19 sedang mendorong eksistensi kemanusiaan kita ke ujung jurang kejatuhan. Mundur masuk jurang, maju bertemu Covid-19. Jika demikian faktanya maka manusia sebenarnya sedang menunggu kejatuhannya dalam semua dimensi kehidupannya.

Fenomena ini cukup memprihatinkan karena ternyata Covid-19 tidak hanya sekedar menyerang sisi kesehatan manusia tetapi lebih dari itu ia menyerang eksistensi manusia sebagai pribadi multidimensi. Fakta induk ini harusnya menjadi pertimbangan bagi kita anggota Gereja untuk tidak hanya sekedar berdiam diri atau berpangku tangan menunggu arahan pemerintah. Gereja harus bisa turun dari “tahktanya” untuk menjumpai eksistensi manusia yang sedang berada di ujung kejatuhannya. Maka penting bagi kita untuk merumuskan kembali tugas kita sebagai Gereja di tengah pandemi Covid-19.

Menurut saya pertanyaan tentang apa yang harus kita buat jauh lebih mendesak dari pada pertanyaan lainnya. Jawaban atas pertanyaan ini menuntut kita harus bertindak sesuai dengan potensialitas kita masing-masing hit et nunc. Sekecil apapun usaha tindakan kita, itu tetap bermakna dihadapan sisi kemanusiaan kita yang sedang terguncang. Saat ini penting bagi kita untuk hadir sebagai tanda dan sarana keselamatan bagi eksistensi manusia bukan hanya dalam dimensinya sebagai makhluk spiritual tetapi sebagai makhluk multidimesional.

So guys, kerjakan apapun yang bisa kita kerjakan untuk membantu kemanusiaan kita!

Comments