on
artikel
- Get link
- Other Apps
I.
Arti Dosa[1]
Dalam Alkitab terdapat beberapa istilah
untuk dosa. Kata Ibrani yang paling umum adalah khatta’t, awon, pesya’ ra’ dan
kata Yunani ialah hamartia, hamartema, parabasis, paraptoma, poneria, anomia
dan adikia. Beberapa istilah ini mengandung pengertian yang
berbeda-beda dan dari situlah orang dapat mengenali dosa. Dosa adalah
kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati
hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa adalah kejahatan dalam segala
bentuknya.
Ciri utama dosa adalah tertuju kepada
Allah. Setiap pengertian tentang dosa di luar ciri utama ini merupakan
penyimpangan dari arti yang digambarkan dalam akitab. Jadi dosa adalah setiap
penentangan yang ditujukan kepada Allah atau pelanggaran hukum Allah. Dari awal
dan sepanjang perkembangannya, dosa adalah setiap penentangan yang ditutjukan
kepada Allah. Pemahaman inilah yang dapat menerangkan keanekaan bentuk dan
kegiatan dosa.
Gambaran tentang dosa di atas
menunjukkan bahwa usaha untuk memberikan definisi yang tepat tentang dosa
merupakan sebuah pekerjaan yang amat sulit. Dosa merupakan realitas dan
pengertian yang sangat kompleks dan sukar untuk diungkapkan secara tuntas hanya
dalam suatu definisi. Terdapat banyak defenisi yang beragam tentang dosa. Tulisan
singkat ini hanya menjelaskan konsep dosa sebagai asal mula dosa yang tergambar
dalam Kej. 3:1-24.
II.
Asal Mula Dosa[2]
Berdasarkan ciri utamanya, dosa
dikaitkan dengan tindakan manusia yang tertuju kepada Allah. Dalam Kej 3, Alkitab
memberi gambaran tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa untuk menjelaskan asal
mula dosa. Untuk diketahui bahwa dosa sudah ada di alam semesta sebelum Adam
dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya penggoda di
Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Alkitab tidak memberikan keterangan
tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke dalam dosa.
Kej. 3 menceritakan jalannya peristiwa
pencobaan. Ular meyakinkan Hawa bahwa ia dan suaminya akan menjadi sama seperti
Allah, mengenal yang baik dan yang jahat (kej. 3:4-5). Keinginan durhaka ini
menjadi pusat perhatian Hawa yang kemudian membuatnya berpikir bahwa pohon itu
menarik hati karena memberi pengertian. Reaksi Hawa ini menunjukkan bahwa Iblis
berhasil menjerat kepercayaan Hawa. Reaksi ini dilihat sebagai tahapan menuju
aib dan kemurtadan dalam hati dan pikiran Hawa bahwa ia ingin menjadi sama
seperti Allah, tahu yang baik dan yang jahat.
Jenis keinginan durhaka yang ditunjukkan
Hawa menjadi dasar untuk melacak asal mula dosa. Hawa memberikan tempat kepada
Iblis yang hanya boleh diduduki oleh Allah saja. Hawa menyetujui serangan Iblis
yang bersifat paling menghujat atas kedaulatan Allah. Dari kisah Kej. 3 ini
memberikan gambaran akan tahapan yang mendahului tindakannya memakan buah
terlarang. Pada awalnya Hawa bersedia berbincang-bincang dengan penggoda. Dalam
bincang-bincang itu, Hawa tidak menolak saran-saran penggoda. Hawa kemudian menyetujui
saran penggoda secara diam-diam. Dari gambaran ini terlihat jelas bahwa dosa
timbul dari hati dan pikiran. Kebusukan hatinya ini kemudian terungkap dalam
perbuatan-perbuatan melanggar perintah Allah. Bobot kejahatan dosa yang pertama
ini tampak dalam kenyataan bahwa dosa memperkosa kedaulatan Allah dan
perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat, keadilan, kesetiaan dan
kasih karuniah-Nya.
III.
Dosa Asal[3]
Dosa asal berarti (1) dosa pertama,
yaitu dosa yang dilakukan dan harus dipertanggungjawabkan oleh manusia pertama
saja. Dosa itu mencemarkan semua orang bukan karena diikuti melainkan karena
mereka berasal dari Adam. (2) Dosa asal dapat disebut akibat-akibat dari dosa
pertama, yakni (a) atas usaha sendiri orang tidak lagi sanggup memperoleh
keselamatan atau (b) semua manusia dari dirinya sendiri tidak lagi terbuka pada
hidup dan rahmat Ilahi.
Dosa asal sebagai situasi yang
semestinya tidak ada, hanya dapat disebut dosa dalam arti kiasan (analog),
yaitu keadaan seluruh umat manusia yang diresapi akibat-akibat dosa dan
kesalahan. Gambaran dosa asal mau menunjukkan keadaan universal bahwa manusia
sejak permulaan (baik individu maupun keseluruhan) cenderung mengarah pada yang
jahat. Pengalaman manusia setiap hari membuktikan bahwa secara spontan manusia
tidak bertindak “manusiawi” seperti keinginan penciptanya.
Dosa asal serta akibat yang
ditimbulkannya tidak bisa dimengerti secara sempurna. Ketika menciptakan
manusia, Allah mengetahui bahwa dengan memberikan kebebasan, manusia akan jatuh dalam dosa. Dosa terjadi
karena manusia menyalagunakan kebebasannya. Sebenarnya, Allah bisa saja menghindari kondisi ini, tetapi itu dibiarkan terjadi dan kita tidak diberi tahu mengapa
kondisi itu dibiarkan terjadi (misteri penciptaan). Satu hal yang bisa menjelaskan tentang misteri penciptaan ini adalah cinta Allah yang begitu besar terhadap manusia.
Ada teolog yang berpendapat bahwa ajaran
tentang dosa asal adalah semacam teologi sejarah umat manusia untuk menjawab
pertanyaan tentang keberadaan yang jahat dalam dunia yang tidak dikehendaki
oleh Allah. Kondisi yang tidak dikehendaki ini harus dibebaskan dari keadaan
buruknya dan hal ini hanya mungkin jika manusia bersedia ditebus.
[1] J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I A-L
(Jakarta: Komunikasi Bina Kasih 2014), hlm. 256-257.
[2] Ibid.
[3]Adolf Hueken, Ensiklopedi Gereja Jilid II C-G
(Jakarta: Cipta Loka Caraka,2004),
hlm. 82-85
Comments
Post a Comment